Minggu, 30 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 12

Izul pun pergi memeluk ibunya, dia seperti berbicara kepada ibunya sambil menujuk Hafidh. Radit pun menyadari sesuatu, kemudian dia berbisik kepada Hafidh.



"Nyawamu sepertinya terancam," bisik Radit.



"Apa maksudmu?" balas Hafidh



"Mereka sepertinya merencanakan sesuatu yang buruk kepadamu" bisik Radit lagi sambil memandang Izul.



Ketika mereka ingin menjauh, mereka tidak sengaja menabrak kepala sekolah. "Mengapa dia ada disini?" tanya beliau.



"Apa maksud bapak?" tanya Radit.



"Kami sudah lama pisah rumah dan Izul ikut bapak. Tapi beberapa bulan ini, bapak merasa ada yang aneh, ternyata Izul lebih memihak ibunya yang jahat entah kenapa."



Kepala sekolah mendekati Izul dan Idah. "Apa yang kau mau, Dah?" tanya beliau.



"Aku akan membalas apa yang sudah dirasakan anakmu!"



"Apa maksudmu?"



"Dia," Izul menunjuk Hafidh, "sudah merebut temanku sejak SD, Radit."



Hafidh yang kakinya agak pincang tadi mencoba mendekati Izul untuk meminta maaf karena merasa bersalah. Ketika dia berlari menuju mereka, dia jatuh di tengah jalan dan Radit menghampirinya. "Kamu tidak apa-apa?"



"Aku hanya tersandung," jawab Hafidh.



"Kamu berbohong," ucap kepala sekolah.



***



Kelas enam di MI Nusa Jaya, Hafidh mencederai lututnya saat turnamen sepakbola. Sempat sembuh, sampai pukulan yang membuatnya tidak sadar itu membuatnya jatuh dan lututnya kembali cedera meskipun dia disambut Radit saat itu.



Kepala sekolah SMP Pelita hadir saat turnamen itu dan menyaksikan dengan kedua matanya sendiri Hafidh mencederai lututnya. "Tunggu, bagaimana bisa cedera?" tanya Radit.



BERSAMBUNG

Sabtu, 29 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 11

Setelah menunggu beberapa saat, Hafidh sadar dan dia bertanya "Dimana aku sekarang?"



"UKS," jawab bu Anna singkat.



"Siapa yang membawaku kesini?"



"Temanmu, Ibu tidak tau namanya tapi itu orangnya," tunjuk bu Anna.



Radit hanya tersenyum ketika Hafidh memandangnya.



***



Pak Dane dan Fajri sudah tiba di Kantor Polisi. Mereka pun memasukinya.



"Ada yang bisa kami bantu?" kata orang yang bertugas disana



Pak Dane kemudian menjawab, "Saya—"



"Saya mau menyerahkan diri atas percobaan pembunuhan di SMP Pelita," potong Fajri.



Pak Dane pun sangat kaget sambil menengok Fajri dan bertanya "Fajri?" Fajri hanya tersenyum



"Ada bukti?"



Fajri pun mengeluarkan pistolnya, dan meletakkannya di atas meja pelayanan. Dia pun berlutut dan mengangkat kedua tangannya kemudian polisi itu membawanya ke sel tahanan disana.



***



"Ayo, kita kembali ke kelas!" jawab Hafidh.



"Ayo!" jawab Radit.



Hafidh berjalan sedikit pincang. Hal itu dikhawatirkan oleh Radit namun Hafidh bersikeras bahwa dia tidak apa-apa.



Perhatian mereka dialihkan melalui datangnya sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menuju lapangan. Dari kejauhan, ada seseorang berlari. Itu Izul, sambil berteriak "Ibu!"



"Hah?" Hafidh dan Radit kebingungan.



***



Sebeumnya, Izul melarikan diri dari dalam kelas. Sebenarnya dia bersembunyi di WC. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelpon ibunya yang ternyata ponselnya masih dapat hidup.



"Ya, ada apa?" tanya bu Idah yang merupakan ibunya Izul.



"Bu, rencana ibu gagal."



"Ya, ibu tau."



"Tapi aku ada rencana B, ingat?" Izul tersenyum jahat. "Kita akan bekerja sama mengganggu orang yang menggagalkan rencana kita."



BERSAMBUNG

Minggu, 23 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 10

"Mengapa kau melakukan tembakan tadi?" tanya pak Dane di mobilnya.



"Sudah kubilang, diperintah oleh seseorang," jawab Fajri. "Kukira disana masih ada kepala sekolah.”



***



"Kamu tidak apa-apa ‘kan?" tanya Hafidh kepada Izul. Izul hanya diam.



Pukulan keras melayang dari tangan Izul dan membuat Hafidh tidak sadarkan diri sehingga Radit menyambut tubuhnya. "Orang baik-baik membuatmu berhenti menangis, malah kau hajar!"



Izul kemudian lari keluar kelas. "Ada apa dengannya?" kata Radit sedikit kesal.



***



Pak Dane cukup terkejut atas jawaban Fajri. "Tunggu dulu, berarti kau—"



"Ya, aku menargetkan kepala sekolah," potong Fajri. "Dan aku disuruh oleh istrinya."



***



"Sial!" ucap bu Idah membanting ponselnya.



Bu Idah adalah istri kepala sekolah. Mereka sudah beberapa bulan berpisah rumah dan Izul ikut ayahnya. "Mengapa ini terjadi? Pasti dianya yang gak becus!"



Radit berlari sambil menggendong Hafidh yang masih tidak sadarkan diri di punggungnya. Di dalam UKS, sudah ada bu Anna yang menunggu. Bu Anna, adalah perawat yang pernah bekerja di RS Jaya Abadi. Namun beliau dipecat entah kenapa.



"Ah, kebetulan sekali," kata Radit sambil meletakkan Hafidh ke atas kasur yang ada di UKS.



"Ada apa dengannya?" kata Bu Anna



"Dia dipukul oleh Izul." Bu Anna sempat tidak percaya namun Radit meyakinkan beliau.



Bersambung

Sabtu, 22 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 9

"Ah sial! Target bergerak terlalu cepat!" ucap seseorang menelpon.



"Ternyata kau—" kata Pak Dane sambil memegang pinggangnya. Pak Dane pergi keluar setelah menjelaskan kepada Radit. Hafidh dan Radit pun melihat lewat jendela. "Fajri!"



"Apa yang kau lakukan disini?" tanya pak Dane.



"Aku hanya melakukan tugasku," jawab Fajri.



Fajri, adalah teman lama Pak Dane yang berkhianat setelah sekian lama pertemanan mereka itu. Sekarang, Fajri adalah salah satu orang yang agak dibenci Pak Dane.



"Tugas apa?" tanya pak Dane lagi.



"Itu rahasia," jawab Fajri.



"Beri tahu atau tidak?!"



"Kalau tidak—" Pak Dane mengeluarkan pistol dari sakunya. Dia memilikinya secara legal.



Fajri berlutut, melempar pistolnya entah kemana, dan mengangkat tangannya. Ketika pak Dane mendekat, Fajri meninjunya. Pak Dane tidak terlihat kesakitan.



"Bagaimana bisa?" tanya Fajri heran.



"Kau ini sungguh pelupa."



Tujuh tahun yang lalu di Green Park II, Texas, USA - Dane berlatih di taman pada siang hari sesuai kebiasaannya, sampai Fajri menyapanya. Mereka sempat berjabat tangan, sampai sebuah pistol keluar dari saku Fajri dan ditembakkan kepada Dane.



Fajri meninggalkan Dane yang tergeletak. Tidak berapa lama, ada seorang pria lewat dan melihat Dane kemudian memeriksa keadannya. Dia mengambil ponsel untuk menelpon 911.



"911, apa yang kami bisa bantu?"



"Ada seseorang yang baru saja ditembak di Green Park II, Texas"



Tidak berapa lama, ambulans pun datang untuk mengantar Dane ke rumah sakit yang cukup jauh dari tempat kejadian. Sebuah keajaiban terjadi dimana Dane sadarkan diri setelah sempat dirawat.



***



"Fajri, jika kamu masih ingat kejadian di Texas tujuh tahun yang lalu itu, seharusnya kamu tahu dengan bukti bahwa aku masih hidup, Tuhan telah membuat tubuhku mampu menahan semua itu."



Fajri yang hanya terdiam digiring menuju kepolisian oleh pak Dane.



BERSAMBUNG

Minggu, 16 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 8

"Izul!" teriak pak Dane membangunkan Izul. Namun Izul tidak bangun-bangun juga. Radit pun sedikit tertawa.



Tiba-tiba pak Dane melihat ke arah semua siswa, dia menutup mulutnya dengan telunjuknya, memerintahkan untuk diam. Kelas sembilan saat itu benar-benar sunyi.



Kepala sekolah yang menunggu di luar memasuki kelas itu. Beliau mencoba membangunkan Izul. Dia seperti bangun namun matanya masih terpejam, menolak untuk dibangunkan. Dia membuka matanya dan kaget karena ada kepala sekolah di hadapannya.



Beberapa murid menertawakan namun pak Dane hanya tersenyum. "Benar kan?" tanya pak Dane kepada kepala sekolah yang dijawab dengan anggukan.



"Ada apa kau ini? Gurumu sedang menjelaskan, malah tidur kau ini!" Kepala sekolah memarahi Izul.



"Penjelasannya terlalu panjang dan kurang jelas lagi, ditambah mataku ngantuk jadi tidur aja," sahut Izul dengan santainya.



"Kalau penjelasannya kurang jelas, nanya dong! Jangan malah tidur! Ini yang membuat nilaimu rendah!”



"Tunggu, bagaimana anda tau Izul ini nilainya rendah?" tanya pak Dane.



Kepala sekolah terdiam sejenak, sampai menjawab "Dia adalah anakku." Banyak yang terkejut mendengar jawaban beliau.



"Sejak kelas enam, dia malas saja belajar. Aku juga bingung kenapa. Kurasa itulah sebabnya nilainya rendah mulu."



Izul hanya terdiam dan kepala sekolah meninggalkan kelas. Dia memegang kepalanya.



"Ini adalah sebuah pelajaran bagi kita semua. Janganlah bermalas-malasan dalam belajar," ujar Pak Dane.



"Pak Dane!" ucap Radit. "Saya ada yang ingin ditanyakan."



Tepat di saat pak Dane berjalan menuju Radit—



DOR! PRANG!



Sebuah tembakan dari luar hingga memecahkan kaca jendela kelas sembilan.



Bersambung

Sabtu, 15 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 7

Dane adalah seorang bule dengan kewarganegaraan Indonesia yang menjadi guru Bahasa Inggris yang baru di SMP Pelita. Beliau bercerita bahwa beliau tidak dibayar sampai keadaan ekonomi sekolah membaik. Hari itu beliau melanjutkan pelajaran tenses yang tertunda hingga waktu istirahat tiba.



Banyak siswa yang tadinya hanya tidur berlarian keluar dari kelas ketika mendengar bel istirahat berbunyi. Moral mereka benar-benar menurun karena pak Dane bahkan belum selesai menutup pelajaran. Beliau hanya tersenyum dan mengambil buku di mejanya kemudian keluar kelas.



Hafidh dan Radit keluar dan berjalan di belakang pak Dane dengan santai. Pak Dane rupanya menyadari kehadiran mereka dan menyapa, "Hai! Siapa nama kalian?"



Radit memperkenalkan dirinya dan Hafidh. Beliau hanya mengangguk kemudian mereka berpisah jalan karena Radit dan Hafidh akan menuju kantin sementara pak Dane menuju kantor.



***



"Hei Dane, seharusnya jadi guru itu objektif!" ucap kepala sekolah saat Pak Dane memasuki kantor guru. Rupanya sang kepala sekolah melihat mereka berbicara sebelum berpisah jalan itu.



"Saya hanya menyapa mereka," jawab Pak Dane. "Lagipula hanya mereka berdua siswa yang memperhatikan, sedangkan murid yang lainnya banyak yang pada ketiduran."



"Kenapa tidak kau tegur yang tidur itu?"



"Saya tegur malah melawan, pak."



"Bagaimana keadaannya sekarang?"



"Mendengar bel istirahat, dia langsung bangun dengan segar dan menjadi orang pertama yang keluar kelas."



"Hm, setelah istirahat ini masih pelajaranmu kan? Aku akan memberi kejutan,” kata sang kepala sekolah kemudian tersenyum.



***



Waktu istirahat telah berakhir. Semua siswa sudah berada di kelas.



Pak Dane pun memasuki kelas sembilan lagi. "Selamat pagi, semua!"



"Selamat pagi!" jawab para siswa.



Setelah meletakkan bukunya ke atas meja, pak Dane kembali menjelaskan pelajaran. Lima belas menit berlalu, "Oalah, sudah ada yang tidur," ucap beliau.



Bersambung

Minggu, 09 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 6

"Hari ini, kita akan belajar sedikit tentang tenses," ucap guru Bahasa Inggris.



"Baik pak," sahut para murid.



Tiba-tiba, terdengar suara "Pengumuman! Untuk semua guru diharapkan kembali ke kantor sebentar. Terima kasih."



"Karena pengumuman itu, saya pergi sebentar. Jangan ribut ya!" Guru Bahasa Inggris itu kemudian meninggalkan kelas untuk menuju kantor.



Setibanya di sana, "Ada apa?" tanya beliau.



"Keadaan ekonomi sekolah kita sedang tidak stabil. Beberapa dari kalian akan diganti."



Rapat berlangsung cukup lama dan terpilihlah guru Bahasa Inggris dan Indonesia. Kabar tersebut terdengar oleh setiap kelas.



"Hafidh, kamu sudah mendengar tentang penggantian guru Bahasa Indonesia?"



"Guru Bahasa Inggris juga ‘kan? Ya, aku mendengarnya."



Radit kemudian menanyakan pendapat Hafidh dan dia menjawab biasa saja.



"Jadi kamu tidak marah? Setelah Guru Bahasa Indonesia yang terdahulu itu pilih kasih terhadap anaknya yang cewek itu?" Radit memandang kepada gadis yang dimaksud. "Padahal kamu cerdas lho, tapi nilaimu gak dianggap."



Hafidh hanya tersenyum mendengar perkataan Radit. "Aku tidak marah. Kecerdasan tidak dipandang dari nilai," ucapnya.



Bersambung

Sabtu, 08 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 5

Belum sempat dia membuka pintu kelasnya, sudah terdengar keributan dari dalam kelas.



"Aku rasa aku tahu apa yang dirasakan Hafidh sekarang," gumam Radit.



Dia kemudian masuk ke kelas dengan senyuman dan suasana kembali hening. "Tenanglah, Fidh. Aku memberikan solusi untukmu."



Tak lama kemudian, guru Bahasa Inggris datang. "Good morning, my students!" sapa beliau.



"Good morning, sir!" jawab semuanya.



"How are you today?"



"I'm fine, and you?"



"I'm fine too, thank you."



Bersambung

Minggu, 02 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 4

"Emangnya ada apa sih?" tanya Radit ketika sampai di depan pagar.



"Bukannya ruangan itu tidak terawat dan dikunci, pasti bagian dalam tidak terawat. Ketika kau membersihkan jendela dari luar, bukannya orang sering membersihkan jendela biasanya. Berarti debu itu dari dalam. Lah, kenapa bisa bersih jika kamu membersihkannya dari luar?" Mereka hanya terdiam pucat kemudian bergegas pulang ke rumah masing-masing.



Juli 2016 - Dua tahun setelah kejadian itu, dimana mereka sekarang duduk di kelas sembilan atau tiga SMP, namun keadaan makin buruk. Kebandelan murid-murid bandel sungguh sangat mengganggu ketenangan kelas.



Seandainya Hafidh dapat menegur namun dia tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan hal tersebut. Hafidh memilih untuk keluar dari kelas sebentar, sepertinya ke toilet dan Radit mengikutinya.



Ruangan toilet juga menyediakan tempat cuci tangan. Hafidh ke toilet hanya untuk mencuci tangan dan membasuh kepalanya. "Kelas macam apa ini!" Hafidh terlihat sangat kesal.



Hafidh mengeringkan kepalanya sebentar, kemudian keluar. Dia tidak sadar Radit sejak tadi mengikutinya.



Setibanya di kelas dan berselang sesaat, guru yang mengajar datang. Keadaan kelas mulai tenang. Sayangnya beliau mengajar hanya sebentar karena sakit-sakitan. Ketika beliau keluar kelas, suasana berubah menjadi keributan.



Hafidh menopang dagunya. "Kenapa?" tanya Radit.



"Tidak apa-apa."



Radit sebagai ketua kelas merasa ada sesuatu yang salah dengan Hafidh. Dua tahun dia menjadi sahabat Hafidh sehingga dia tahu apa yang dia rasakan.



"Hei semuanya! Guru sedang sakit kan? Jangan membuat keributan atau kalian akan membersihkan kelas ini!" teriak Radit. Suasana kelas mulai sunyi meski bisikan masih terdengar.



"Yakin tidak apa-apa?" tanya Radit dengan suara pelan kepada Hafidh. Hafidh hanya mengangguk.



Radit pun ikut cemberut. Dia memutuskan keluar kelas sebentar untuk menenangkan diri. "Aku ingin keluar sebentar, tapi jangan berani-berani menggaduhkan suasana kelas. Fidh, nanti kalau ribut beritahu aku!” ucap Radit kepada Hafidh.



Bersambung

Sabtu, 01 Agustus 2020

Sahabat - Bagian 3

“Silahkan masuk,” sambut Hafidh.



“Siapa itu?” tanya ibu Hafidh.



“Teman sekelas, bu.”



“Duduk sebelahan lagi,” ucap Radit kemudian tertawa kecil. “Tumben belum ganti baju.”



“Iya nih, kecapekan,” jawab Hafidh.



“Lah, bukannya tadi sebentar saja di sekolah?” tanya Radit.



Hafidh beralasan cuacanya panas dan meminta Radit untuk menunggu di teras sementara dia mengganti baju. “Maaf lama menunggu,” ucap Hafidh.



“Ya, gapapa.” Mereka kemudian berniat untuk kembali ke sekolah untuk sekadar jalan-jalan.



Hafidh masuk sebentar ke rumah untuk meminta izin kepada ibunya. “Oke, tapi jangan lama-lama,” kata ibu Hafidh. Mereka kemudian berjalan menuju sekolah.



***



Selama perjalanan, Radit menanyai Hafidh alasan dia memilih SMP Pelita. “Sekolah lain dengan jenjang yang sama terlalu jauh untuk dituju.” Radit hanya mengangguk seolah memahami.



Hafidh menanyakan alasan mereka menuju sekolah. “Aku ingin lebih tau lagi. Pagi tadi selalu sebentar.”



Sesampainya di sekolah, mereka langsung mengarah ke kelas. Dari sana, mereka mengetahui bahwa satu kelas akan dibagi lagi sampai C. Siswa yang banyak di sekolah yang sama menjelaskan hal tersebut terjadi.



Mereka terus berjalan di sekolah itu untuk melihat ruangan-ruangan lain. Mereka melihat kantor guru, toilet, kantin, ada UKS.



Tapi ada satu ruangan yang aneh. Ruangan itu di atas pintunya ada papan putih bertuliskan Gudang. Di bawah tulisan itu ada lagi tulisan kecil yakni “Ruangan ini sudah tak terawat karena angker.”



Radit mendekati ruangan itu, melihat ke dalam melalui jendela dan menyapu debu dengan tangannya. “Di dalam tidak ada—”



Hafidh langsung menarik Radit untuk menjauh dari ruangan itu.



“Memangnya ada apa?” tanya Radit.



“Nanti kujelaskan,” ucap Hafidh sambil menarik Radit hingga gerbang sekolah.

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 10

Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbak...