Langsung ke konten utama

Sahabat - Bagian 11

Setelah menunggu beberapa saat, Hafidh sadar dan dia bertanya "Dimana aku sekarang?"



"UKS," jawab bu Anna singkat.



"Siapa yang membawaku kesini?"



"Temanmu, Ibu tidak tau namanya tapi itu orangnya," tunjuk bu Anna.



Radit hanya tersenyum ketika Hafidh memandangnya.



***



Pak Dane dan Fajri sudah tiba di Kantor Polisi. Mereka pun memasukinya.



"Ada yang bisa kami bantu?" kata orang yang bertugas disana



Pak Dane kemudian menjawab, "Saya—"



"Saya mau menyerahkan diri atas percobaan pembunuhan di SMP Pelita," potong Fajri.



Pak Dane pun sangat kaget sambil menengok Fajri dan bertanya "Fajri?" Fajri hanya tersenyum



"Ada bukti?"



Fajri pun mengeluarkan pistolnya, dan meletakkannya di atas meja pelayanan. Dia pun berlutut dan mengangkat kedua tangannya kemudian polisi itu membawanya ke sel tahanan disana.



***



"Ayo, kita kembali ke kelas!" jawab Hafidh.



"Ayo!" jawab Radit.



Hafidh berjalan sedikit pincang. Hal itu dikhawatirkan oleh Radit namun Hafidh bersikeras bahwa dia tidak apa-apa.



Perhatian mereka dialihkan melalui datangnya sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menuju lapangan. Dari kejauhan, ada seseorang berlari. Itu Izul, sambil berteriak "Ibu!"



"Hah?" Hafidh dan Radit kebingungan.



***



Sebeumnya, Izul melarikan diri dari dalam kelas. Sebenarnya dia bersembunyi di WC. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelpon ibunya yang ternyata ponselnya masih dapat hidup.



"Ya, ada apa?" tanya bu Idah yang merupakan ibunya Izul.



"Bu, rencana ibu gagal."



"Ya, ibu tau."



"Tapi aku ada rencana B, ingat?" Izul tersenyum jahat. "Kita akan bekerja sama mengganggu orang yang menggagalkan rencana kita."



BERSAMBUNG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 10

Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbakar akibat tersambar petir. Terompet ditiupkan, suaranya menggema. Peperangan dimulai dan dengan biadabnya para prajurit negara api menyerang lebih dahulu. Suara pedang beradu mericuhkan suasana. Pria bertopeng juga menarik pedang dari sabuknya dan mulai bertarung. Doúlos sedang berada di puncak benteng merasa khawatir karena melihat prajuritnya berguguran di tangan pria bertopeng itu. Dia membuka sebuah buku di tangannya. Sepertinya mengandung mantra yang sering digunakan mendiang Kalós. “Kaíne to!” Sebuah panah mengenai mahkota Kalós dan jatuh dari atas benteng. Fotía ternyata berada di sana dan berhasil menangkapnya kemudian berlari. Doúlos melepas perisai wajahnya untuk ke bawah, “Rupanya kamu!” Dia mencoba untuk memerintahkan pasukannya menyerang Fotía yang mencoba berlari....

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar. Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding. Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.” “Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.” *** Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur. Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios. Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai ...

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 8

Pria itu bersiul memanggil kudanya. Seekor kuda putih berlari mengejar pria itu. Mereka terus berlari sampai sang pria menaiki kudanya. “Aku merasa pernah melihat kuda itu, tapi milik siapa?” tanya seorang warga dari negara air. *** Fotiá sedang di kamar, menyisir rambutnya. Tiba-tiba seseorang pria mendobrak pintunya dan masuk. Fotia akan berteriak namun mulutnya ditutup. “Tenanglah, kamu mengenalku.” Dia adalah pria yang berlari tadi. Entah bagaimana caranya bisa mencapai istana api. Dia membersihkan dedaunan di wajahnya dan Fotiá terlihat kaget. “Kenapa kamu ada disini?” “Aku ingin berlindung sebentar. Dimana ayahmu?” “Ayahku meninggal, dibunuh Doulós. Sekarang dia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.” Fotiá terlihat sangat marah. “Aku turut berduka cita. Dimana dia?” “Benteng,” jawab Fotiá singkat. “Apa yang dia lakukan disana?” “Perang dengan ...