Selasa, 20 Juni 2017

Sahabat - Bagian Bonus

"Pak Dane, apakah anda lupa?. Dia sudah kelas 3 SMP, minggu depan UN" kata kepala sekolah

"Astaghfirullah, iya ya. Baru ingat saya" kata pak Dane

"Baiklah, kalau begitu, kami akan ikut" lanjut pak Dane

"Ikut kemana?" kata Hafidh

"Ke rumahmu, kemana lagi?" kata pak Dane

"Aku ikut juga, sudah lama aku tidak mengunjungi rumahmu" kata Radit

"Silahkan" kata Hafidh sambil tersenyum

.

Dikarenakan rumah Hafidh yang sebenarnya dekat, mereka (Hafidh, Radit, Kepala Sekolah, Pak Dane dan adiknya) hanya jalan kaki menuju rumah Hafidh, dan Radit yang mendorong kursi roda

"Sudah kubilang Dit, aku bisa sendiri" kata Hafidh

"Aku takut kursi rodanya jalan sendiri dan kamu tidak mampu menghentikannya" kata Radit

"Baiklah" kata Hafidh

.

- Setibanya di rumah Hafidh -

"Fidh, ini rumahmu?. Terakhir kali aku melihat rumahmu, rumahmu masih utuh. Kenapa sekarang agak hancur?" tanya Radit

"Rumah ini mau dihancurkan, nak" kata Ibu Hafidh yang kebetulan keluar dari rumahnya beserta suaminya sambil membawa tas-tas yang besar

"Apakah pelakunya Bu Idah?" tanya Radit pada Hafidh

"Aku tidak akan melakukannya" kata Bu Idah yang muncul secara tiba-tiba

"Ah, Idah!. Lama tidak bertemu" kata Ibu Hafidh sambil memeluk Bu Idah

"Kami sudah berteman sejak SD, itu berarti aku terlalu gila jika aku menghancurkan rumah ini" kata Bu Idah

"Bukankah anda sudah pulang tadi?" kata adik Pak Dane

"Ya, tadi rencananya memang mau pulang. Ternyata dari helikopter, aku melihat rumah ini perlahan dihancurkan. Aku pun meminta diturunkan disini, dan tidak kusangka aku bertemu teman lamaku" kata Bu Idah

.

"Apa alasan rumah ini dihancurkan, ibunya Hafidh?" tanya adik pak Dane

"Kami tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan sewa rumah ini. Jujur, kami sudah 2 kali pindah rumah. Otomatis, ini yang ketiga kalinya" kata Ibu Hafidh

.

"Apakah anda yang punya tempat penyewaan ini, ibunya Izul?" kata adik pak Dane

"Tidak, bahkan iya kan pah?" tanya Bu Idah kepada kepala sekolah

"Ya. Rumahku lebih jauh ke barat" kata kepala sekolah

"Sedangkan rumahku di timur" kata Bu Idah

"Aku sudah lama tidak berolahraga, jadi aku akan jogging dari sini" kata Bu Idah

"Sejauh itu?" kata Kepala Sekolah

"Semuanya dimulai dari niat" kata Bu Idah

.

"Aku bisa menawarkan tempat tinggal sementara jika kalian benar-benar mau pindah setelah UN nanti" kata Radit

"Tunggu, bukankah katamu orang tuamu....." kata Hafidh

"Kita hanya bisa berdoa orang tuaku akan memperbolehkan" kata Radit

.

"Tunggu sebentar, adikku, maukah kau mendorongkannya untuk Radit?" tanya pak Dane

"Maksudmu?" tanya adik pak Dane balik

Pak Dane pun menunjuk kursi roda yang duduki Hafidh sambil membisikkan sesuatu kepada adiknya

"Oh!. Tentu, aku akan melakukannya. Aku sendiri tidak mau melihat orang kesusahan. Sayangnya aku dan kakakku tinggal di rumah yang sama. Rumah tersebut memiliki ruang yang sedikit, jadi kami belum mampu menawarkan tempat tinggal" kata adik pak Dane

Pak Dane pun mengotak-ngatik kursi roda yang diduduki Hafidh, dan ternyata kursi roda tersebut punya ruang tambahan. Kemudian adik pak Dane mengambil tas-tas besar tersebut dan memasukkannya ke ruang tersebut. Ajaibnya, itu tidak membuat kursi roda tersebut lebih berat dibelakang.

"Dit, biarkan saya yang mendorongnya" kata adik pak Dane

"Baiklah. Aku juga kurang mampu mengangkat yang lebih berat daripada Hafidh" kata Radit dengan berat hati

Mereka pun menuju rumah Radit. Dikarenakan rumah Radit di jalan yang sama dengan sekolah, tetapi berbeda dari jalan yang utama, dan kebetulan Bu Idah mau pulang. Jadi mereka berpisah.

.

- Setibanya di rumah Radit

Radit mengetuk pintu rumahnya

"Ayah, Ibu?" kata Radit

Tapi tidak ada yang membukakan. Dia pun mendorong pintunya, namun terkunci

"Ini aneh. Ayahku pernah berkata pintu rumah tidak akan dikunci" kata Radit

Motor ayahnya dan sandal orang tuanya tidak ada

"Oke. Berpikir positif dulu. Fidh, jam berapa sekarang?" kata Radit

"Sekarang jam 1 kurang 4 menit" kata Hafidh

Akhirnya orang tuanya terlihat datang dari arah timur, dengan baju koko

"Ayah? Ibu?" kata Radit

"Dit, kami telah diberi hidayah. Sepertinya doamu terkabul" kata ayah Radit

Radit pun sujud syukur

"Yah, bolehkah..." kata Radit sambil bangun dari sujudnya

"Tentu, kita masih punya satu ruang kosong" kata ayah Radit

"Bagaimana kalian....?" kata Radit

"Kami kebetulan lewat barusan di depan rumah Hafidh" kata Ibu Radit

.

- Beberapa hari kemudian

UN itu berjalan lancar. Sesuai janji, keluarga Hafidh benar-benar pindah walau keluarga Radit memperbolehkan tinggal di rumah mereka. Dan tanpa disadari, Hafidh berhasil menempati ranking pertama walau tidak bisa lagi menghadiri acara perpisahan

.

TAMAT

Sabtu, 17 Juni 2017

Sahabat - Bagian 12 (Edisi Spesial)

"Sudah kubilang, aku tersandung" kata Hafidh

"Sudah kubilang juga, kau jangan berbohong, Fidh" kata kepala sekolah

"Apa maksud anda, pak kepala?" kata Radit

"Mr. Dane, tell him that Hafidh was tackled" kata kepala sekolah

"Anda tidak perlu menerjemahkan nya, pak Dane" kata Radit

"Apa maksudmu?" kata pak Dane

"Walau kami baru berteman 2 tahun setengah, tapi kami sudah berbagi banyak hal"

"Termasuk Bahasa Inggris"

"Aku paham, bahwa dia di-tackle"

"Pertanyaanku hanya satu, oleh siapa?" tanya Radit

"Siswa disana cukup banyak, aku tidak dapat mengingat semuanya" kata kepala sekolah

Kepala Sekolah pun berdiri

"Tunggu sebentar" kata pak Dane

Pak Dane mengambil sesuatu di bagasi mobilnya

.

"Sebenarnya apa tujuanmu, Dah?" tanya Kepala Sekolah

"Tujuanku adalah memusnahkannya sekaligus kau" kata Bu Idah sambil menodong pistol lagi

"Tunggu juga sebentar" kata Kepala Sekolah

Kemudian, Kepala Sekolah merogoh sesuatu di saku beliau

"Ini kan, yang kau cari dulu" kata Kepala Sekolah sambil menunjukkan kalung emas dengan huruf I

"Kalungku" kata Bu Idah

"Dimana kau menemukannya, bukankah kau menjualnya?" tanya bu Idah

"Hah?" kata Hafidh dan Radit

.

Pak Dane masih mencari sesuatu di bagasi mobilnya. Tiba-tiba, adiknya datang.

"Adikku" kata Pak Dane sambil langsung memeluknya

"Biarkan aku bicara dengan mereka" kata adik Pak Dane

"Silahkan, lagipula aku masih mencari sesuatu di bagasi mobilku" kata Pak Dane

.

"Fidh, lihat. Pak Dane memeluk seseorang" kata Radit

"Aku yakin itu adik beliau" kata Hafidh

"Hm?" kata Kepala Sekolah sambil menengok ke arah pandangan Radit

.

"Bu, lempar senjata anda kesini" kata adik Pak Dane

Izul pun mengambil pistol ibunya dan menembak ke arah adik Pak Dane.

"Dorr"

Hebatnya adik Pak Dane dapat menghindar, kemudian berteriak "Kak, awas!"

Pak Dane pun refleks mundur, dan

"Prang"

Ternyata pelurunya mengenai kaca

"Ah, ketemu!. Akhirnya.." kata pak Dane

"Terimakasih atas tembakan tadi" teriak Pak Dane

"Hah?" kata Bu Idah

Adik pak Dane pun mengambil pistol dari tangan Izul dengan kelincahannya dan langsung mengamankannya

"Siapa dia?" kata Izul

"Lama tidak bertemu, tuan detektif" kata Kepala Sekolah

.

"Biar kutebak, sebenarnya kalung yang anda pegang itu sama sekali tidak anda jual. Anda hanya mengambilnya" kata adik Pak Dane

"Lucunya, itu mengakibatkan perceraian" kata Kepala Sekolah

Bu Idah pun tiba-tiba berlutut dan berkata "Astaghfirullah"

"Tunggu, anda Islam?" kata Hafidh

"Ya" kata Bu Idah

"Berarti, aku bukan satu-satunya murid Islam disini" kata Hafidh

"Sebenarnya, saya juga islam. Saya mengambil kalung itu untuk mengubah sesuatu. Huruf I itu malah mirip salib" kata kepala sekolah

"Saya juga islam" kata Radit

Kepala Sekolah pun menengok Radit

"Ceritanya panjang. Intinya saya dipaksa, namun saya sering berbohong" kata Radit

"Biar ku tebak, kau dipaksa orang tua angkatmu untuk masuk kristen, padahal kau terlahir islam, dan bahkan sampai umur 7 tahun. Tapi karena orang tua kandungnya menghilang, ada sepasang suami-istri yang mengangkat dia jadi anaknya" kata adik pak Dane

"Kau memang detektif ya" kata Radit

.

"Nah Fidh, hadiah dari bapak" kata pak Dane sambil membawa kursi roda

Radit pun mengangkat Hafidh dan mendudukkannya di kursi roda tersebut

"Terimakasih, Dit" kata Hafidh

"Sama-sama" kata Radit sambil tersenyum

"Darimana anda mendapatkan kursi roda ini?" tanya Hafidh

"Aku mendapatkan gratis dari rumah sakit" kata pak Dane

"Dia dulu tertembak, saat masih di Amerika Serikat. Pelakunya ternyata teman sendiri" kata adik pak Dane

"Aku jadi iri sama kalian, Hafidh dan Radit" kata pak Dane

.

"Maafkan aku ya, Fidh" kata Izul

"Tentu" kata Hafidh sambil tersenyum

.

Tiba-tiba ponsel Hafidh berdering, dia pun langsung mengangkatnya

"Nak, segeralah pulang, kita hari ini pindah rumah" kata Ibu Hafidh

"Tapi bagaimana sekolahku?" kata Hafidh dengan suara pelan

"Berhentilah, lagipula sekolah itu angker" kata Ibu Hafidh

"Baiklah" kata Hafidh dengan suara pelan lagi

.

"Rumah sedekat ini, bawa ponsel?" kata Radit

"Ibuku yang menyuruh, beliau berkata agar aku bisa menghubungi beliau jika cederaku kambuh lagi" kata Hafidh

.

"Oh ya, aku pulang dulu" kata Bu Idah

"Silahkan" kata Kepala Sekolah

Bu Idah pun kembali menaiki helikopter sambil memasang kalung tadi

.

"Oh ya pak kepala sekolah, saya ingin berhenti dari sekolah ini" kata Hafidh

"Hah?" kata pak Dane dan Kepala Sekolah

"Kenapa?" kata Kepala Sekolah

"Kami harus pindah" kata Hafidh

"Baiklah, kami harap kami bisa bertemu lagi denganmu" kata Pak Dane

"Tentu" kata Hafidh

.

BERSAMBUNG

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 10

Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbak...