Langsung ke konten utama

Sahabat - Bagian 8

"Izul!" teriak pak Dane membangunkan Izul. Namun Izul tidak bangun-bangun juga. Radit pun sedikit tertawa.



Tiba-tiba pak Dane melihat ke arah semua siswa, dia menutup mulutnya dengan telunjuknya, memerintahkan untuk diam. Kelas sembilan saat itu benar-benar sunyi.



Kepala sekolah yang menunggu di luar memasuki kelas itu. Beliau mencoba membangunkan Izul. Dia seperti bangun namun matanya masih terpejam, menolak untuk dibangunkan. Dia membuka matanya dan kaget karena ada kepala sekolah di hadapannya.



Beberapa murid menertawakan namun pak Dane hanya tersenyum. "Benar kan?" tanya pak Dane kepada kepala sekolah yang dijawab dengan anggukan.



"Ada apa kau ini? Gurumu sedang menjelaskan, malah tidur kau ini!" Kepala sekolah memarahi Izul.



"Penjelasannya terlalu panjang dan kurang jelas lagi, ditambah mataku ngantuk jadi tidur aja," sahut Izul dengan santainya.



"Kalau penjelasannya kurang jelas, nanya dong! Jangan malah tidur! Ini yang membuat nilaimu rendah!”



"Tunggu, bagaimana anda tau Izul ini nilainya rendah?" tanya pak Dane.



Kepala sekolah terdiam sejenak, sampai menjawab "Dia adalah anakku." Banyak yang terkejut mendengar jawaban beliau.



"Sejak kelas enam, dia malas saja belajar. Aku juga bingung kenapa. Kurasa itulah sebabnya nilainya rendah mulu."



Izul hanya terdiam dan kepala sekolah meninggalkan kelas. Dia memegang kepalanya.



"Ini adalah sebuah pelajaran bagi kita semua. Janganlah bermalas-malasan dalam belajar," ujar Pak Dane.



"Pak Dane!" ucap Radit. "Saya ada yang ingin ditanyakan."



Tepat di saat pak Dane berjalan menuju Radit—



DOR! PRANG!



Sebuah tembakan dari luar hingga memecahkan kaca jendela kelas sembilan.



Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 10

Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbakar akibat tersambar petir. Terompet ditiupkan, suaranya menggema. Peperangan dimulai dan dengan biadabnya para prajurit negara api menyerang lebih dahulu. Suara pedang beradu mericuhkan suasana. Pria bertopeng juga menarik pedang dari sabuknya dan mulai bertarung. Doúlos sedang berada di puncak benteng merasa khawatir karena melihat prajuritnya berguguran di tangan pria bertopeng itu. Dia membuka sebuah buku di tangannya. Sepertinya mengandung mantra yang sering digunakan mendiang Kalós. “Kaíne to!” Sebuah panah mengenai mahkota Kalós dan jatuh dari atas benteng. Fotía ternyata berada di sana dan berhasil menangkapnya kemudian berlari. Doúlos melepas perisai wajahnya untuk ke bawah, “Rupanya kamu!” Dia mencoba untuk memerintahkan pasukannya menyerang Fotía yang mencoba berlari....

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar. Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding. Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.” “Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.” *** Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur. Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios. Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai ...

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 8

Pria itu bersiul memanggil kudanya. Seekor kuda putih berlari mengejar pria itu. Mereka terus berlari sampai sang pria menaiki kudanya. “Aku merasa pernah melihat kuda itu, tapi milik siapa?” tanya seorang warga dari negara air. *** Fotiá sedang di kamar, menyisir rambutnya. Tiba-tiba seseorang pria mendobrak pintunya dan masuk. Fotia akan berteriak namun mulutnya ditutup. “Tenanglah, kamu mengenalku.” Dia adalah pria yang berlari tadi. Entah bagaimana caranya bisa mencapai istana api. Dia membersihkan dedaunan di wajahnya dan Fotiá terlihat kaget. “Kenapa kamu ada disini?” “Aku ingin berlindung sebentar. Dimana ayahmu?” “Ayahku meninggal, dibunuh Doulós. Sekarang dia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.” Fotiá terlihat sangat marah. “Aku turut berduka cita. Dimana dia?” “Benteng,” jawab Fotiá singkat. “Apa yang dia lakukan disana?” “Perang dengan ...