Sejarah telah membuktikan bahwa Filikòs sang raja api dan Kalòs sang raja air tidak pernah bermusuhan. Para pedagang yang berjualan di perbatasan menyapa satu sama lain.
Negara api menghasilkan batu bara dan arang. Kereta tambang penuh berjalan di atas rel yang membentang. Pedang dan zirah besi, perisai dan perhiasan, mereka yang membuatkan. Tidak heran negara ini menjadi sangat kuat.
Negara air adalah negara yang subur. Wilayahnya yang luas dipenuhi oleh pertanian dan perkebunan. Terlihat juga beberapa peternakan, yang bahkan dikelola bersama masyarakat negara api.
Di pasar, tidak jarang mereka membahas Fotiá, putri api. Mereka hanya tahu namanya, tanpa melihat. Filikòs menjadi ayah yang tegas dengan tidak memperbolehkannya keluar istana, sampai saat yang ditentukan.
Mereka membandingkan dengan Gennaìos, pangeran air yang sekarang menghilang entah kemana. Dirinya yang tidak menampakkan diri di antara mereka menjadi asumsi kuat bahwa dia tiada sementara.
Gennaìos sangat dikenal oleh kedua negara karena kebaikannya ketika berada di pasar. Dia sering terlihat membantu mendorong kereta tambang dan berdiri di salah satu toko, ikut menjual hasil perkebunan.
“Evdaimonía tidak seharusnya menjadi ratu!”
“Seandainya Gennaìos masih ada, aku akan menunjuknya sebagai raja!”
Kedamaian itu terhenti ketika Doulòs mengangkat dirinya menjadi raja api. Pikiran negatif masyarakat tercipta sementara, menganggap negara airlah yang bersalah atas apa yang terjadi sekarang.
Toko yang biasanya ditempati Gennaìos itu hancur, padahal dia adalah pemasok anggur yang sejak dulu Doulòs sukai. Entah berapa kali Doulòs kedapatan mencuri, namun Gennaìos selalu memaafkannya.
Komentar
Posting Komentar