Minggu, 25 Oktober 2020

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 8

Pria itu bersiul memanggil kudanya. Seekor kuda putih berlari mengejar pria itu. Mereka terus berlari sampai sang pria menaiki kudanya.



“Aku merasa pernah melihat kuda itu, tapi milik siapa?” tanya seorang warga dari negara air.



***



Fotiá sedang di kamar, menyisir rambutnya. Tiba-tiba seseorang pria mendobrak pintunya dan masuk. Fotia akan berteriak namun mulutnya ditutup.



“Tenanglah, kamu mengenalku.” Dia adalah pria yang berlari tadi. Entah bagaimana caranya bisa mencapai istana api.



Dia membersihkan dedaunan di wajahnya dan Fotiá terlihat kaget. “Kenapa kamu ada disini?”



“Aku ingin berlindung sebentar. Dimana ayahmu?”



“Ayahku meninggal, dibunuh Doulós. Sekarang dia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.” Fotiá terlihat sangat marah.



“Aku turut berduka cita. Dimana dia?”



“Benteng,” jawab Fotiá singkat.



“Apa yang dia lakukan disana?”



“Perang dengan negara air.”



Pria itu melihat sesuatu di atas meja Fotià. “Punya siapa itu?” tunjuknya kepada sebuah topeng mata biru.



“Dulu itu punyaku, sekarang tidak terpakai.”



Tanpa menanyakan alasannya, pria itu bertanya, “Apakah aku boleh memintanya?” Fotiá memberikannya.



“Terima kasih. Sekarang aku akan membantu negara air dan membalaskan dendammu terhadap Doulós.”



“Seharusnya memang begitu. Pulanglah!”

Minggu, 18 Oktober 2020

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar.



Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding.



Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.”



“Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.”



***



Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur.



Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios.



Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai akan terjadi.



Benar saja, hujan deras menghujam tanah. Petir menyambar sebuah pohon tinggi di perbatasan.



Seseorang jatuh dari pohon tersebut. Wajahnya tertutupi oleh dedaunan.



“Itu dia!” teriak seseorang menunjuk ke arahnya. Dia kemudian berlari ke arah negara api.



Hebatnya, semua panah yang mengarah kepadanya sama sekali tidak kena. Dia sangat hebat dalam menghindar.



“Apa maksudmu itu dia?”



“Yang ratu Evdaimonía cari.”

Minggu, 11 Oktober 2020

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 6

Ergodótis berlari menuju kudanya. “Raja kita akan mengadakan perang dengan negara air! Persiapkan diri kalian!” ucapnya sesaat setelah menaiki kudanya. Dia berkendara kemudian.



Berita itu kemudian disebarkan, pasar di perbatasan mulai ricuh. Para pedagang dengan lekas membersihkan toko mereka karena sangat yakin perang akan berlangsung disini.



Aneh karena bukannya kembali, Ergodótis malah meneruskan perjalanannya. Dari kejauhan terlihat dia mengarah ke istana negara air.



Ergodótis sempat ditahan oleh para penjaga namun Evdaimonía yang keluar dari istana memerintahkan agar dilepas sehingga mereka dapat berbicara.



“Bagaimana tanggapan rajamu?” tanya Evdaimonía.



“Dia terlihat sangat tidak menyukainya sehingga ingin mengadakan perang antar kerajaan.”



“Perang? Tidak bisa, kami lebih baik meminta maaf dan mundur daripada–”



“Warga kita di perbatasan sudah berjatuhan, paduka ratu!” ucap seorang warga negara air yang singgah dan hampir terjatuh karena tadinya mengendarai kuda dengan laju.



“Mereka juga sudah membangun benteng di dekat perbatasan!" lanjutnya kemudian pergi. Nampaknya dia salah satu di antara para pejuang yang mempertahankan negara air di perbatasan.



Evdaimonía kemudian memasuki istana dan memasuki sebuah ruangan. Sebuah meja dengan buku tua terletak tepat di tengah ruangan itu, dikelilingi oleh banyak rak berisikan buku lainnya.



Buku tua itu adalah kitab pedoman mereka, Agios. Evdaimonía yakin ada halaman yang mungkin menyatakan sesuatu yang membantu mereka.



Bab Alítheia, pasal kedua berbunyi:

“Ketika dua orang bersaudara berperang, maka Kami akan mengirimkan penengah tanpa identitas untuk membantu pihak yang telah membagikan kebaikan kepada manusia.”



Sang ratu teringat bahwa Kalòs suaminya pernah memenjarakan seorang ahli tafsir tepat di bawah istana. Dia membawa kitab itu kemudian. “Hei, kamu. Sekarang negara kita dalam keadaan genting dan aku memerlukan bantuanmu.”



“Tidak mau. Aku sudah nyaman tinggal disini karena semakin mendekatkanku dengan Tuhan.” Dia kemudian memalingkan diri, mungkin karena kekesalannya.



“Jawablah pertanyaan dariku maka kamu akan dibebaskan,” ucap Evdaimonía. “Aku ingin kamu menjelaskan maksud pernyataan dari kitab ini.” Dia menunjukkan kitab itu.



“Dialah yang kita kenal dengan Pria Bertopeng dari Surga. Temukan dia segera, aku yakin Tuhan tidak memerlukan waktu lama untuk mengirimnya.”



“Baiklah, kamu saya bebaskan. Tapi untuk tinggal disini, itu terserah kamu.” Evdaimonía membuka kunci penjara itu. “Dan jika kamu lebih dulu menemukannya, kabari kami.”

Minggu, 04 Oktober 2020

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 5

Ergodótis kembali ke istana dengan membawa setangkai anggur yang diberikan oleh Evdaimonía.



“Hanya setangkai?” tanya Doùlos.



“Bersyukurlah karena aku tidak dibunuh sang ratu.” Ergodótis pergi untuk membuatkan minuman dari anggur itu. Doùlos hanya menerima yang sudah jadi, padahal dia bisa saja memakan langsung.



Minuman itu jadi namun warnanya lebih pudar dari biasanya. “Bukankah anggur ini sudah matang?” Ergodótis masih bersangka baik.



Sebelum menyerahkan kepada sang raja, dia membuka surat yang disembunyikannya sebelumnya. Setelah membaca, dia memahami maksud Evdaimonía. Di satu sisi, dia senang dengan kejutan yang diberikan oleh ratu air ini. Di sisi lainnya, dia harus menanggung risiko dimana yang terbesar adalah dibunuh di tempat.



Gelas kristal baru, berisikan anggur diserahkan kepada Doùlos. Dia minum dan langsung menyemburkannya tepat ke wajah Ergodótis. “Apaan ini? Asam!”



Anggur itu telah diberi mantra oleh Evdaimonía. Sebenarnya anggur itu belum matang secara sempurna namun mantra menyebabkan penampilannya seperti anggur matang.



Ergodótis menyapu wajahnya yang tersenyum menyeringai kemudian memberikan surat itu setelahnya. Doùlos kemudian membacanya. Dia terlihat marah kemudian membakarnya dengan tangan.



“Mahkota itu....” gumam Ergodótis. Dia menyadari dari sana asal kekuatannya. Dia mulai memahami kenapa mantan budaknya ini memilih untuk menjadi raja api.



“Kerahkan pasukan kita! Mereka meminta perang!”

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 10

Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbak...