Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbakar akibat tersambar petir.
Terompet ditiupkan, suaranya menggema. Peperangan dimulai dan dengan biadabnya para prajurit negara api menyerang lebih dahulu.
Suara pedang beradu mericuhkan suasana. Pria bertopeng juga menarik pedang dari sabuknya dan mulai bertarung.
Doúlos sedang berada di puncak benteng merasa khawatir karena melihat prajuritnya berguguran di tangan pria bertopeng itu. Dia membuka sebuah buku di tangannya. Sepertinya mengandung mantra yang sering digunakan mendiang Kalós.
“Kaíne to!” Sebuah panah mengenai mahkota Kalós dan jatuh dari atas benteng. Fotía ternyata berada di sana dan berhasil menangkapnya kemudian berlari.
Doúlos melepas perisai wajahnya untuk ke bawah, “Rupanya kamu!” Dia mencoba untuk memerintahkan pasukannya menyerang Fotía yang mencoba berlari.
“Hei! Tengok sini!” teriak pria bertopeng itu.
Sebuah panah mengenai kepada Doúlos yang sekarang terbuka itu. Dia nampak kesakitan dan mencoba mencabutnya seraya terus mundur sampai terjatuh dari puncak benteng dan akhirnya tewas.
Terompet berbunyi kembali. Seharusnya itu menandakan peperangan berhenti dan dimenangkan oleh negara air.
“Siapa sebenarnya kamu?” tanya Ergodotís.
Pria itu membuka topengnya. “Gennaíos!” Evdaimonía berlari untuk memeluknya.
“Pakailah, sekarang kamu pantas untuk menjadi ratu.” Ucapan Gennaíos dibalas dengan senyuman.
Fotía memasang mahkotanya kemudian melambaikan tangan kepada Gennaíos. “Pasukan! Bubar!” perintahnya sambil mengarah ke istana.
Komentar
Posting Komentar