Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar.
Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding.
Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.”
“Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.”
***
Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur.
Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios.
Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai akan terjadi.
Benar saja, hujan deras menghujam tanah. Petir menyambar sebuah pohon tinggi di perbatasan.
Seseorang jatuh dari pohon tersebut. Wajahnya tertutupi oleh dedaunan.
“Itu dia!” teriak seseorang menunjuk ke arahnya. Dia kemudian berlari ke arah negara api.
Hebatnya, semua panah yang mengarah kepadanya sama sekali tidak kena. Dia sangat hebat dalam menghindar.
“Apa maksudmu itu dia?”
“Yang ratu Evdaimonía cari.”
Komentar
Posting Komentar