"Pak Dane, apakah anda lupa?. Dia sudah kelas 3 SMP, minggu depan UN" kata kepala sekolah
"Astaghfirullah, iya ya. Baru ingat saya" kata pak Dane
"Baiklah, kalau begitu, kami akan ikut" lanjut pak Dane
"Ikut kemana?" kata Hafidh
"Ke rumahmu, kemana lagi?" kata pak Dane
"Aku ikut juga, sudah lama aku tidak mengunjungi rumahmu" kata Radit
"Silahkan" kata Hafidh sambil tersenyum
.
Dikarenakan rumah Hafidh yang sebenarnya dekat, mereka (Hafidh, Radit, Kepala Sekolah, Pak Dane dan adiknya) hanya jalan kaki menuju rumah Hafidh, dan Radit yang mendorong kursi roda
"Sudah kubilang Dit, aku bisa sendiri" kata Hafidh
"Aku takut kursi rodanya jalan sendiri dan kamu tidak mampu menghentikannya" kata Radit
"Baiklah" kata Hafidh
.
- Setibanya di rumah Hafidh -
"Fidh, ini rumahmu?. Terakhir kali aku melihat rumahmu, rumahmu masih utuh. Kenapa sekarang agak hancur?" tanya Radit
"Rumah ini mau dihancurkan, nak" kata Ibu Hafidh yang kebetulan keluar dari rumahnya beserta suaminya sambil membawa tas-tas yang besar
"Apakah pelakunya Bu Idah?" tanya Radit pada Hafidh
"Aku tidak akan melakukannya" kata Bu Idah yang muncul secara tiba-tiba
"Ah, Idah!. Lama tidak bertemu" kata Ibu Hafidh sambil memeluk Bu Idah
"Kami sudah berteman sejak SD, itu berarti aku terlalu gila jika aku menghancurkan rumah ini" kata Bu Idah
"Bukankah anda sudah pulang tadi?" kata adik Pak Dane
"Ya, tadi rencananya memang mau pulang. Ternyata dari helikopter, aku melihat rumah ini perlahan dihancurkan. Aku pun meminta diturunkan disini, dan tidak kusangka aku bertemu teman lamaku" kata Bu Idah
.
"Apa alasan rumah ini dihancurkan, ibunya Hafidh?" tanya adik pak Dane
"Kami tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan sewa rumah ini. Jujur, kami sudah 2 kali pindah rumah. Otomatis, ini yang ketiga kalinya" kata Ibu Hafidh
.
"Apakah anda yang punya tempat penyewaan ini, ibunya Izul?" kata adik pak Dane
"Tidak, bahkan iya kan pah?" tanya Bu Idah kepada kepala sekolah
"Ya. Rumahku lebih jauh ke barat" kata kepala sekolah
"Sedangkan rumahku di timur" kata Bu Idah
"Aku sudah lama tidak berolahraga, jadi aku akan jogging dari sini" kata Bu Idah
"Sejauh itu?" kata Kepala Sekolah
"Semuanya dimulai dari niat" kata Bu Idah
.
"Aku bisa menawarkan tempat tinggal sementara jika kalian benar-benar mau pindah setelah UN nanti" kata Radit
"Tunggu, bukankah katamu orang tuamu....." kata Hafidh
"Kita hanya bisa berdoa orang tuaku akan memperbolehkan" kata Radit
.
"Tunggu sebentar, adikku, maukah kau mendorongkannya untuk Radit?" tanya pak Dane
"Maksudmu?" tanya adik pak Dane balik
Pak Dane pun menunjuk kursi roda yang duduki Hafidh sambil membisikkan sesuatu kepada adiknya
"Oh!. Tentu, aku akan melakukannya. Aku sendiri tidak mau melihat orang kesusahan. Sayangnya aku dan kakakku tinggal di rumah yang sama. Rumah tersebut memiliki ruang yang sedikit, jadi kami belum mampu menawarkan tempat tinggal" kata adik pak Dane
Pak Dane pun mengotak-ngatik kursi roda yang diduduki Hafidh, dan ternyata kursi roda tersebut punya ruang tambahan. Kemudian adik pak Dane mengambil tas-tas besar tersebut dan memasukkannya ke ruang tersebut. Ajaibnya, itu tidak membuat kursi roda tersebut lebih berat dibelakang.
"Dit, biarkan saya yang mendorongnya" kata adik pak Dane
"Baiklah. Aku juga kurang mampu mengangkat yang lebih berat daripada Hafidh" kata Radit dengan berat hati
Mereka pun menuju rumah Radit. Dikarenakan rumah Radit di jalan yang sama dengan sekolah, tetapi berbeda dari jalan yang utama, dan kebetulan Bu Idah mau pulang. Jadi mereka berpisah.
.
- Setibanya di rumah Radit
Radit mengetuk pintu rumahnya
"Ayah, Ibu?" kata Radit
Tapi tidak ada yang membukakan. Dia pun mendorong pintunya, namun terkunci
"Ini aneh. Ayahku pernah berkata pintu rumah tidak akan dikunci" kata Radit
Motor ayahnya dan sandal orang tuanya tidak ada
"Oke. Berpikir positif dulu. Fidh, jam berapa sekarang?" kata Radit
"Sekarang jam 1 kurang 4 menit" kata Hafidh
Akhirnya orang tuanya terlihat datang dari arah timur, dengan baju koko
"Ayah? Ibu?" kata Radit
"Dit, kami telah diberi hidayah. Sepertinya doamu terkabul" kata ayah Radit
Radit pun sujud syukur
"Yah, bolehkah..." kata Radit sambil bangun dari sujudnya
"Tentu, kita masih punya satu ruang kosong" kata ayah Radit
"Bagaimana kalian....?" kata Radit
"Kami kebetulan lewat barusan di depan rumah Hafidh" kata Ibu Radit
.
- Beberapa hari kemudian
UN itu berjalan lancar. Sesuai janji, keluarga Hafidh benar-benar pindah walau keluarga Radit memperbolehkan tinggal di rumah mereka. Dan tanpa disadari, Hafidh berhasil menempati ranking pertama walau tidak bisa lagi menghadiri acara perpisahan
.
TAMAT
"Astaghfirullah, iya ya. Baru ingat saya" kata pak Dane
"Baiklah, kalau begitu, kami akan ikut" lanjut pak Dane
"Ikut kemana?" kata Hafidh
"Ke rumahmu, kemana lagi?" kata pak Dane
"Aku ikut juga, sudah lama aku tidak mengunjungi rumahmu" kata Radit
"Silahkan" kata Hafidh sambil tersenyum
.
Dikarenakan rumah Hafidh yang sebenarnya dekat, mereka (Hafidh, Radit, Kepala Sekolah, Pak Dane dan adiknya) hanya jalan kaki menuju rumah Hafidh, dan Radit yang mendorong kursi roda
"Sudah kubilang Dit, aku bisa sendiri" kata Hafidh
"Aku takut kursi rodanya jalan sendiri dan kamu tidak mampu menghentikannya" kata Radit
"Baiklah" kata Hafidh
.
- Setibanya di rumah Hafidh -
"Fidh, ini rumahmu?. Terakhir kali aku melihat rumahmu, rumahmu masih utuh. Kenapa sekarang agak hancur?" tanya Radit
"Rumah ini mau dihancurkan, nak" kata Ibu Hafidh yang kebetulan keluar dari rumahnya beserta suaminya sambil membawa tas-tas yang besar
"Apakah pelakunya Bu Idah?" tanya Radit pada Hafidh
"Aku tidak akan melakukannya" kata Bu Idah yang muncul secara tiba-tiba
"Ah, Idah!. Lama tidak bertemu" kata Ibu Hafidh sambil memeluk Bu Idah
"Kami sudah berteman sejak SD, itu berarti aku terlalu gila jika aku menghancurkan rumah ini" kata Bu Idah
"Bukankah anda sudah pulang tadi?" kata adik Pak Dane
"Ya, tadi rencananya memang mau pulang. Ternyata dari helikopter, aku melihat rumah ini perlahan dihancurkan. Aku pun meminta diturunkan disini, dan tidak kusangka aku bertemu teman lamaku" kata Bu Idah
.
"Apa alasan rumah ini dihancurkan, ibunya Hafidh?" tanya adik pak Dane
"Kami tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan sewa rumah ini. Jujur, kami sudah 2 kali pindah rumah. Otomatis, ini yang ketiga kalinya" kata Ibu Hafidh
.
"Apakah anda yang punya tempat penyewaan ini, ibunya Izul?" kata adik pak Dane
"Tidak, bahkan iya kan pah?" tanya Bu Idah kepada kepala sekolah
"Ya. Rumahku lebih jauh ke barat" kata kepala sekolah
"Sedangkan rumahku di timur" kata Bu Idah
"Aku sudah lama tidak berolahraga, jadi aku akan jogging dari sini" kata Bu Idah
"Sejauh itu?" kata Kepala Sekolah
"Semuanya dimulai dari niat" kata Bu Idah
.
"Aku bisa menawarkan tempat tinggal sementara jika kalian benar-benar mau pindah setelah UN nanti" kata Radit
"Tunggu, bukankah katamu orang tuamu....." kata Hafidh
"Kita hanya bisa berdoa orang tuaku akan memperbolehkan" kata Radit
.
"Tunggu sebentar, adikku, maukah kau mendorongkannya untuk Radit?" tanya pak Dane
"Maksudmu?" tanya adik pak Dane balik
Pak Dane pun menunjuk kursi roda yang duduki Hafidh sambil membisikkan sesuatu kepada adiknya
"Oh!. Tentu, aku akan melakukannya. Aku sendiri tidak mau melihat orang kesusahan. Sayangnya aku dan kakakku tinggal di rumah yang sama. Rumah tersebut memiliki ruang yang sedikit, jadi kami belum mampu menawarkan tempat tinggal" kata adik pak Dane
Pak Dane pun mengotak-ngatik kursi roda yang diduduki Hafidh, dan ternyata kursi roda tersebut punya ruang tambahan. Kemudian adik pak Dane mengambil tas-tas besar tersebut dan memasukkannya ke ruang tersebut. Ajaibnya, itu tidak membuat kursi roda tersebut lebih berat dibelakang.
"Dit, biarkan saya yang mendorongnya" kata adik pak Dane
"Baiklah. Aku juga kurang mampu mengangkat yang lebih berat daripada Hafidh" kata Radit dengan berat hati
Mereka pun menuju rumah Radit. Dikarenakan rumah Radit di jalan yang sama dengan sekolah, tetapi berbeda dari jalan yang utama, dan kebetulan Bu Idah mau pulang. Jadi mereka berpisah.
.
- Setibanya di rumah Radit
Radit mengetuk pintu rumahnya
"Ayah, Ibu?" kata Radit
Tapi tidak ada yang membukakan. Dia pun mendorong pintunya, namun terkunci
"Ini aneh. Ayahku pernah berkata pintu rumah tidak akan dikunci" kata Radit
Motor ayahnya dan sandal orang tuanya tidak ada
"Oke. Berpikir positif dulu. Fidh, jam berapa sekarang?" kata Radit
"Sekarang jam 1 kurang 4 menit" kata Hafidh
Akhirnya orang tuanya terlihat datang dari arah timur, dengan baju koko
"Ayah? Ibu?" kata Radit
"Dit, kami telah diberi hidayah. Sepertinya doamu terkabul" kata ayah Radit
Radit pun sujud syukur
"Yah, bolehkah..." kata Radit sambil bangun dari sujudnya
"Tentu, kita masih punya satu ruang kosong" kata ayah Radit
"Bagaimana kalian....?" kata Radit
"Kami kebetulan lewat barusan di depan rumah Hafidh" kata Ibu Radit
.
- Beberapa hari kemudian
UN itu berjalan lancar. Sesuai janji, keluarga Hafidh benar-benar pindah walau keluarga Radit memperbolehkan tinggal di rumah mereka. Dan tanpa disadari, Hafidh berhasil menempati ranking pertama walau tidak bisa lagi menghadiri acara perpisahan
.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar