Langsung ke konten utama

Sahabat - Bagian 14

Keesokan harinya, Hafidh melaporkan hal tersebut kepada kepala sekolah. Beliau sempat melarang dengan alasan bahwa ujian akhir akan dilaksanakan pekan depan. Ketika mengetahui bahwa rumah Hafidh dekat dengan sekolah, beliau minta dibawa untuk berbicara mengenai hal ini dengan orang tuanya. Radit yang bersama Hafidh saat dia melapor meminta untuk ikut dan mereka memperbolehkan.



***



"Apa alasan rumah ini dihancurkan, ibunya Hafidh?" tanya kepala sekolah.



"Biaya sewa rumah terlalu mahal sedangkan uang kami harus dibagikan juga kepada operasi lutut Hafidh yang kambuh lagi," jawab ibu Hafidh. "Aku yakin sebentar lagi kami akan diusir."



"Kami sebenarnya ingin membantu, namun keadaan ekonomi sekolah sedang terpuruk. Tapi Hafidh harus tetap sekolah karena ujian akhir sudah dekat." Demikianlah yang disampaikan kepala sekolah kepada ibu Hafidh.



Radit kemudian menawarkan rumahnya untuk dipinjamkan sampai mereka benar-benar ingin pindah dan berkata hanya itu yang bisa dia bantu. Keluarga Hafidh terlihat sangat bersyukur namun mereka bersikeras untuk pindah setelah ujian akhir.



Akhir cerita, Hafidh tetap ikut ujian akhir di SMP Pelita. Keluarga Hafidh menepati ucapannya dengan pindah setelahnya. Mereka mungkin tidak tahu bahwa Hafidh berhasil mendapat nilai tertinggi saat itu.



TAMAT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 10

Sekarang, pria bertopeng itu berada di area peperangan. Dia membawa busur dan panah miliknya, mengambil di pohon yang puncaknya sudah terbakar akibat tersambar petir. Terompet ditiupkan, suaranya menggema. Peperangan dimulai dan dengan biadabnya para prajurit negara api menyerang lebih dahulu. Suara pedang beradu mericuhkan suasana. Pria bertopeng juga menarik pedang dari sabuknya dan mulai bertarung. Doúlos sedang berada di puncak benteng merasa khawatir karena melihat prajuritnya berguguran di tangan pria bertopeng itu. Dia membuka sebuah buku di tangannya. Sepertinya mengandung mantra yang sering digunakan mendiang Kalós. “Kaíne to!” Sebuah panah mengenai mahkota Kalós dan jatuh dari atas benteng. Fotía ternyata berada di sana dan berhasil menangkapnya kemudian berlari. Doúlos melepas perisai wajahnya untuk ke bawah, “Rupanya kamu!” Dia mencoba untuk memerintahkan pasukannya menyerang Fotía yang mencoba berlari....

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar. Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding. Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.” “Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.” *** Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur. Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios. Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai ...

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 8

Pria itu bersiul memanggil kudanya. Seekor kuda putih berlari mengejar pria itu. Mereka terus berlari sampai sang pria menaiki kudanya. “Aku merasa pernah melihat kuda itu, tapi milik siapa?” tanya seorang warga dari negara air. *** Fotiá sedang di kamar, menyisir rambutnya. Tiba-tiba seseorang pria mendobrak pintunya dan masuk. Fotia akan berteriak namun mulutnya ditutup. “Tenanglah, kamu mengenalku.” Dia adalah pria yang berlari tadi. Entah bagaimana caranya bisa mencapai istana api. Dia membersihkan dedaunan di wajahnya dan Fotiá terlihat kaget. “Kenapa kamu ada disini?” “Aku ingin berlindung sebentar. Dimana ayahmu?” “Ayahku meninggal, dibunuh Doulós. Sekarang dia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.” Fotiá terlihat sangat marah. “Aku turut berduka cita. Dimana dia?” “Benteng,” jawab Fotiá singkat. “Apa yang dia lakukan disana?” “Perang dengan ...