Langsung ke konten utama

Sahabat - Bagian 2

Mereka berbicara sebentar sampai satu orang datang. "Hai Dit," sapa orang itu.



"Hai Zul," jawab Radit.



Hafidh pun menengok orang itu, kemudian bertanya kepada Radit, "Siapa dia?"



"Dia Izul, teman sebangkuku dulu di SD."



Izul pun mendekat kepada mereka, kemudian menjabat tangan Hafidh dan berkata, "Perkenalkan, namaku Izul."



"Namaku Hafidh, senang berkenalan denganmu," sambut Hafidh dengan wajah tersenyum.



"Kok masih sepi?" tanya Izul yang melepas jabatan tangan.



"Entahlah, mungkin kita terlalu pagi datang kesini," jawab Radit.



"Mungkin saja." kata Izul



***



"Selamat pagi, anak-anak!" sapa kepala sekolah SMP Pelita di atas panggung kecil.



Upacara sedang berlangsung dan sudah sampai pada acara pengumuman.



"Seperti yang kita tahu, sekarang kita memasuki tahun ajaran baru. Tahun ini murid yang memasuki sekolah ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Jadi para kakak kelas, harap lebih ramah kepada murid-murid baru," ucap sang kepala sekolah.



"Siap, pak!" sahut para siswa kelas sembilan.



"Demikian pengumuman saya sampaikan. Setelah ini, kalian langsung masuk ke kelas untuk penentuan tempat duduk." Kepala sekolah menengok komandan dan mengangguk, isyarat menyuruh untuk membubarkan barisan



"Tanpa Penghormatan, Bubar Barisan, Jalan!" perintah sang komandan upacara dengan suara lantang.



***



Seorang ibu guru memasuki kelas tujuh untuk menentukan tempat duduk. Hafidh duduk bersebelahan dengan Radit dimana mereka duduk paling belakang di barisan tengah, sedangkan di depan mereka Izul duduk dengan seorang murid bernama Atep.



Beliau memberitahukan bahwa hanya itu kegiatan sekolah hari ini dan para siswa kelas tujuh akan dipulangkan setelah pembagian jadwal pelajaran. Mereka begitu bahagia mendengar hal tersebut.



***



"Assalamu ‘alaikum," ucap Hafidh memasuki rumahnya.



"Wa ‘alaikumussalam warahmatullah," jawab ibu Hafidh. "Kok cepat sekali pulangnya?"



"Iya nih bu, namanya juga hari pertama sekolah, lebih awal karena belum ada yang dipelajari."



Hafidh dan ibunya tidak menyangka kebijakan sekolah akan seperti itu. Hafidh kemudian meletakkan tas di meja belajar, pergi ke kamarnya dan langsung berbaring.



"Hm, mungkin murid-murid SMP itu agamanya memang beragam." Hafidh berbicara kepada dirinya sendiri. "Pantesan kepala sekolah tidak mengucapkan salam. Mungkin untuk menghargai semuanya."



Pintu rumah Hafidh diketuk oleh seseorang yang meneriakkan namanya. Hafidh pergi membukakan pintu meskipun masih memakai seragam sekolah. "Eh, Radit!"



Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali!

Halo!  @mnafisalmukhdi1  disini. Bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik saja.  Ada kabar bagus nih untuk blog ini! Aku kembali! Ya, setelah sekian lama aku tidak memposting apapun sama sekali dalam blog ini, kembali menghidupkannya adalah pilihan terbaik. Rencana utama dari kembalinya aku adalah merevisi total semua cerita yang ada di blog ini. Dukung aku selalu. Salam.

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar. Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding. Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.” “Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.” *** Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur. Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios. Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai ...

Semakin - Season 2 - Episode 17

Episode 17 "Orang-orang ini adalah yang berkaitan dengan si remaja, kecuali si pria tua ini, dia adalah anak kita dimasa depan" kata si ibu "Oke" kata si ayah Allahu Akbar, Allahu Akbar Sudah terdengar azan ashar "Kami pulang dulu, ya" kata teman si remaja dan si gadis "Silahkan" kata si pria tua "Tunggu, kau tinggal disini?" kata si ayah "Tidak, aku juga punya rumah" kata si pria tua "Lantas, mengapa kau tetap disini?" kata si ayah "Aku sedikit bingung, orang yang sama, tapi sifatnya bisa berbeda, berbeda denganku, berbeda dengan si remaja" kata si pria tua "Ah sudahlah, aku pulang dulu" lanjut si pria tua "Oke" kata mereka Rumah menjadi sunyi "Nak, ayo bangun" kata si ibu Si anak pun bangun. "Ada apa" kata si anak "Sudah Ashar" kata si ibu Si anak pun pergi ke kamar mandi untuk mandi. Setelah itu si ayah. Si anak shalat di kamarnya, setelah shalat dia kemb...