Langsung ke konten utama

Sahabat - Bagian 7

"Izul!" teriak Pak Dane membangunkan Izul

Namun Izul tidak bangun-bangun juga. Radit pun sedikit tertawa.

Tiba-tiba Pak Dane melihat ke arah semua siswa, dia menutup mulutnya dengan telunjuknya, menandakan untuk diam. Kelas 9 pun menjadi sunyi secara tiba-tiba.

Pak Kepala Sekolah memasuki kelas 9, ternyata beliau menunggu diluar dari tadi

Beliau mencoba membangunkan Izul, Izul sepertinya bangun namun matanya masih terpejam, seperti menolak untuk dibangunkan. Namun Izul bangun, dia membuka matanya dan dia kaget karena ada Pak Kepala Sekolah dihadapannya.

Semua murid pun tertawa, Pak Dane juga.

"Benar kan?" kata Pak Dane kepada Kepala Sekolah

Kepala Sekolah menyahutnya dengan anggukan

"Ada apa kau ini, gurumu sedang menjelaskan, malah tidur kau ini" kata Kepala Sekolah memarahi Izul

"Penjelasan terlalu panjang, kurang jelas lagi, ditambah mataku ngantuk, tidur aja" kata Izul dengan santainya

"Kalau penjelasannya kurang jelas, nanya dong!!. Jangan malah tidur, inilah yang membuat nilaimu rendah" kata Kepala Sekolah

"Tunggu, bagaimana anda tau Izul ini nilainya rendah?" tanya Pak Dane

Suasana menjadi hening. Ditambah dengan kebingungan antara siswa.

"Pertanyaan yang bagus" kata Kepala Sekolah sambil tersenyum

"Dia adalah anakku"

Seisi kelas tiba-tiba berteriak "Hah?", tanda kaget sekaligus tidak percaya

"Sejak kelas 6, dia malas saja belajar. Aku juga bingung kenapa. Kurasa itulah sebabnya nilainya rendah mulu" kata Kepala Sekolah

"Tapi yah...." kata Izul yang tiba-tiba dipotong oleh Kepala Sekolah

"Jangan panggil aku lagi ayah, kamu ini hanya mempermalukan aku saja sebagai Kepala Sekolah"

"Tapi yah...." Izul sekali lagi berkata seperti itu

"Gak ada tapi-tapi lagi!" kata Kepala Sekolah

Kepala Sekolah pun langsung meninggalkan Kelas 9 itu

Beliau diluar kelas berteriak "Maaf mengganggu!"

Izul pun memegang kepalanya

Semua orang menatapnya

Izul pun berkata "Apa?!"

"Cukup sadis juga ayahnya" bisik Hafidh kepada Radit

"Ini adalah sebuah pelajaran bagi kita semua, janganlah bermalas-malasan dalam belajar" kata Pak Dane

"Pak Dane, kesini!" teriak Radit

Dorr!!

Prang!!

Sebuah tembakan dari luar hingga memecahkan kaca jendela kelas 9

"Siapa itu!!" teriak Pak Dane

.

BERSAMBUNG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali!

Halo!  @mnafisalmukhdi1  disini. Bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik saja.  Ada kabar bagus nih untuk blog ini! Aku kembali! Ya, setelah sekian lama aku tidak memposting apapun sama sekali dalam blog ini, kembali menghidupkannya adalah pilihan terbaik. Rencana utama dari kembalinya aku adalah merevisi total semua cerita yang ada di blog ini. Dukung aku selalu. Salam.

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar. Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding. Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.” “Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.” *** Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur. Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios. Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai akan terjadi. Benar saja, hujan deras menghujam tanah. Petir menyambar

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 5

Ergodótis kembali ke istana dengan membawa setangkai anggur yang diberikan oleh Evdaimonía. “Hanya setangkai?” tanya Doùlos. “Bersyukurlah karena aku tidak dibunuh sang ratu.” Ergodótis pergi untuk membuatkan minuman dari anggur itu. Doùlos hanya menerima yang sudah jadi, padahal dia bisa saja memakan langsung. Minuman itu jadi namun warnanya lebih pudar dari biasanya. “Bukankah anggur ini sudah matang?” Ergodótis masih bersangka baik. Sebelum menyerahkan kepada sang raja, dia membuka surat yang disembunyikannya sebelumnya. Setelah membaca, dia memahami maksud Evdaimonía. Di satu sisi, dia senang dengan kejutan yang diberikan oleh ratu air ini. Di sisi lainnya, dia harus menanggung risiko dimana yang terbesar adalah dibunuh di tempat. Gelas kristal baru, berisikan anggur diserahkan kepada Doùlos. Dia minum dan langsung menyemburkannya tepat ke wajah Ergodótis. “Apaan ini? Asam!” Anggur itu telah diberi mantra oleh Evdaimonía. Sebenarnya anggur itu belum matang secara sempurna namun man