Langsung ke konten utama

Semakin - Season 3 - Episode 8

Episode 8



Sesampainya di sekolah

"Sekolah ini ditutup"

Tertulis di kertas yang ditempelkan di gerbang yang tertutup

"Apa?" kata Iwan

"Aku lebih baik menanya orang disekitar" lanjut Iwan



Iwan pun mulai menanya orang disekitar, akhirnya, semua orang berkata, sekolah ini benar-benar ditutup



"Pulang saja lah" kata Iwan



"Assalamu Alaikum" kata Iwan sambil memasuki rumahnya

"Wah, kok pulang" kata ibunya yang baru saja selesai berseragam untuk bekerja

"Iya nih bu, sekolahnya ditutup" kata Iwan



Ibu Iwan pun mengingat sesuatu



"Astaghfirullahal Azhim, ibu lupa memberitahu dirimu tentang itu, padahal kemarin ada laporan tentang berita itu" kata Ibu Iwan

"Apa beritanya" kata Iwan

"Ya, sekolah itu ditutup" kata Ibu Iwan



"Ah sudahlah, mungkin sudah takdir ku, tidak bisa bersekolah" kata Iwan

Tiba-tiba muncul dari kamarnya, si Remaja

"Tapi kau tetap bisa belajar, nanti ku ajarkan beberapa" kata si Remaja

"Terima kasih, ngomong-ngomong, kamu selalu datang tepat waktu" kata Iwan

"Hehe" kata si Remaja

--

Iwan sudah ganti baju, dia pun mulai belajar bersama si Remaja di Kamarnya

si Remaja mengajarkan apa yang dia bisa kepada Iwan

Tiba-tiba, Azmi dan Dinda masuk juga

"Ngapain bro?" tanya Azmi pada si Remaja

"Ini, ngajarin dia, sekolahnya sih ditutup" kata si Remaja

"Apa?. Sekolahnya ditutup?" kata Dinda

"Iya" kata Iwan

"Itu hanya kebohongan Wan, cepat pergi ke sekolah lagi sebelum terlambat" kata Dinda

Iwan ganti baju lagi, dia cepat-cepat pergi ke sekolah, sesampainya di sekolah

Sekolah terbuka, gerbangnya terbuka

Iwan hampir saja ketinggalan upacara, untung saja upacaranya baru mulai

"Kok bisa ya" tanya Iwan pada dirinya sendiri

"Padahal jelas-jelas ada tulisan ditutup" kata Iwan pada dirinya sendiri



"Itu memang sengaja, agar tidak ada yang mau masuk" kata teman Iwan

"Yang benar saja?" kata Iwan

"Iya" kata teman Iwan



"Tapi perasaan cuman beberapa menit dari setengah tujuh pagi, kok bisa terbuka, padahal aku tadi kesini, masih ditutup" kata Iwan

"Apa?. Aku dari tadi pagi sudah disini" kata teman Iwan

"Hmm.. Ada keanehan"

Portal, Lemari Menyilaukan tapi dapat menyembunyikan dua orang......

"Aha, aku tahu kenapa bisa seperti itu" kata Iwan

Upacara belum mulai, Iwan pun mencek pagar

"Apa ini?" kata Iwan sambil memegang pagar yang dilapisi oleh kertas

Iwan pun menutup sebelah gerbang itu, ternyata persis seperti separuh apa yang dia lihat lebih awal tadi

"Ternyata hanya trik" kata Iwan

Upacara mau mulai, Iwan pun langsung berlari ke barisan

Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali!

Halo!  @mnafisalmukhdi1  disini. Bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik saja.  Ada kabar bagus nih untuk blog ini! Aku kembali! Ya, setelah sekian lama aku tidak memposting apapun sama sekali dalam blog ini, kembali menghidupkannya adalah pilihan terbaik. Rencana utama dari kembalinya aku adalah merevisi total semua cerita yang ada di blog ini. Dukung aku selalu. Salam.

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 7

Sayembara baru diadakan oleh Evdaimonía. Jika anaknya mendapat gelar wanted, maka pria bertopeng ironisnya menjadi most wanted dengan hadiah yang lebih besar. Kabar tersebut terdengar oleh sang ahli tafsir. “Mana mungkin dia bisa dicari, apalagi dengan cara itu.” Dia hanya menggantungkan kunci yang dilempar sang ratu di dinding. Evdaimonía fokus membaca kitab Agios. Mencari tulisan yang bisa membantu mereka. “Seandainya Filikòs dan Gynaíka masih hidup, mereka tidak akan mengadakan perang.” “Kurasa ini salahku yang ingin memberi pelajaran kepada Doúlos namun malah mencelakakan rakyatku.” *** Benteng yang dibangun oleh panglima negara api mulai berdiri. Perang belum dimulai secara resmi, namun mereka sudah melempari semua toko di pasar dengan batu yang besar sehingga hancur. Tentunya hal itu melanggar adab peperangan yang juga tertulis dalam kitab Agios. Zeus sang dewa seolah marah. Hari mulai mendung. Nampaknya badai akan terjadi. Benar saja, hujan deras menghujam tanah. Petir menyambar

Pria Bertopeng dari Surga - Bagian 5

Ergodótis kembali ke istana dengan membawa setangkai anggur yang diberikan oleh Evdaimonía. “Hanya setangkai?” tanya Doùlos. “Bersyukurlah karena aku tidak dibunuh sang ratu.” Ergodótis pergi untuk membuatkan minuman dari anggur itu. Doùlos hanya menerima yang sudah jadi, padahal dia bisa saja memakan langsung. Minuman itu jadi namun warnanya lebih pudar dari biasanya. “Bukankah anggur ini sudah matang?” Ergodótis masih bersangka baik. Sebelum menyerahkan kepada sang raja, dia membuka surat yang disembunyikannya sebelumnya. Setelah membaca, dia memahami maksud Evdaimonía. Di satu sisi, dia senang dengan kejutan yang diberikan oleh ratu air ini. Di sisi lainnya, dia harus menanggung risiko dimana yang terbesar adalah dibunuh di tempat. Gelas kristal baru, berisikan anggur diserahkan kepada Doùlos. Dia minum dan langsung menyemburkannya tepat ke wajah Ergodótis. “Apaan ini? Asam!” Anggur itu telah diberi mantra oleh Evdaimonía. Sebenarnya anggur itu belum matang secara sempurna namun man